Malam Tanpa Bulan

Dalam bayangan mimpi yang hancur, aku melihat bulan. Yang tetap bersinar, tak peduli seberapa besar badai dan seberapa pekat awan. Tak peduli cahaya siapa yang ia siarkan—selama dunia masih memiliki secercah cahaya, tak ada lagi yang ia butuhkan.

Tetapi aku, aku disini, membutuhkan bulan. Yang semakin kukejar malah semakin jauh. Di bawahnya, terdapat danau. Airnya tak lagi biru, melainkan hitam. Danau itu, kawan, tidak pergi kemanapun. Tetapi ia berhasil membuat bulan melompat masuk ke dalam airnya yang kelam, sehingga cahaya menembus sebagian dari tubuhnya—sementara aku masih disini. Berusaha merampas cahaya itu, namun tak mampu.

Danau mendekapnya erat, selagi bulan membiarkan dirinya tenggelam lebih jauh, memberikan cahaya pada danau. Lututku kaku katika badai mulai menyentuh kulit ku, menarikku masuk ke dalam kegelapan yang abadi, menghindari cahaya bulan yang masih saja bersinar.

            Mengapa ini terjadi?

Mana ku tahu. Yang jelas, di tengah kegelapan yang menyergapku kasar, aku melihat bulan. Tersenyum pada danau ketika mereka akhirnya bersatu dalam bayangan mimpi yang hancur—entah mimpi siapa itu. Angin berembus keras, tertawa tepat di lubang telingaku sehingga membuat anting-anting ku bergetar. Bulanku telah pergi, melesat sebelum cahayanya sempat kutangkap. Membiarkanku berdua bersama badai yang bulan pikir kucintai.

3 pemikiran pada “Malam Tanpa Bulan

    1. Makasih. Mau apdet lagi, tapi… laptop ilang. Jeng jeng. Postingan berikutnya bakal berjudul “Ketika Laptopku Pergi” wkwkwkwkwk

      Suka

Tinggalkan komentar